Sunday, November 30, 2014

Pengalaman Belanja di ASOS





Ceritanya, dulu aku nyari catok rambut yang bagus, setelah browsing browsing akhirnya aku menemukan salah satu catok rambut yang bagus itu merknya GHD, produk asal Inggris yang katanya belum dijual di Indonesia. Dengan polosnya aku beli GHD secara online di ASOS dan aku pilih yang free ongkos kirim biar hemat hehe.  Lalu transaksi pake kartu kredit sudah beres. Dan aku tinggal harap harap cemas nunggu barangnya datang. Lalu aku mulai bertanya tanya dalam hati kira kira barangnya sampai ngga yah dari Inggris ke Bangka. Lalu aku browsing lagi dan menemukan thread di kaskus soal belanja online dari luar negeri.Ternyata dari pengalaman agan agan di kaskus, ga sedikit yang barangnya hilang, diganti dan bayar biaya pajak dan cukai yang hampir seharga sama barang yang di beli. Mati deh pikirku waktu itu. Ya sudahlah pasrah aja. Apalagi barang yang kubeli barang elektronik.



Sudah hampir sebulan barang belum kunjung sampai, kalo ga salah sampe kutanyain ke kantor pos ada kiriman barang buatku ngga, dan ngga ada kata mereka. Lalu beberapa hari kemudian datanglah tukang pos ke kantor ngasih tau ada paket yang harus diambil dikantor, pas ngambil deg degan bakal kena pajak berapa yah.. eh ternyata aku cuma disuruh bayar Rp. 7.000,-!!!! sampe pengen sujud syukur rasanya (lebay).

Dan aku buka paketnya isi lengkap, ga ada lecet sedikit pun. Habis itu jadi keterusan belanja di ASOS, aku pernah beli tas dan sepatu dan semuanya nyampe dan lagi cuma bayar Rp. 7000 ke kantor pas. Cuma kalo lewat kantor pos nyampenya memang lama rata-rata 3 minggu maksimal 1 bulan. Barang - barang di ASOS relatif murah (banyak yang dibawah 500 ribu) karena di buatnya di China tapi lucu lucu bingiits barangnya.










Wednesday, October 29, 2014

Tiger Parenting


Karena sekarang aku sudah punya anak mau tidak mau aku harus belajar soal parenting, topik yang berat dan tidak menarik, yang sebelumnya selalu aku hindari, apalagi aku orangnya paling malas membaca buku how to..

kekhawatiran terbesar adalah khawatir aku tidak bisa memberikan yang terbaik, khawatir tidak bisa menjadikannya orang yang sukses, khawatir karena dunia ini banyak godaan dan orang jahat yang dapat mencelakannya, dan sebagainya dan sebagainya.

Sebetulnya sebelum menikah dan punya anak, gara gara membaca reviewnya di majalah femina aku tertarik membaca buku yang judulnya Battle Hymne of the Tiger Mother. Bukan buku how-to walaupun di sampul bukunya tertulis sub judul 'cara membesarkan anak ala China'. Buku itu menurut penulisnya adalah pseudo-memoar pengalamannya membesarkan kedua anak perempuannya.

Begitu membaca halaman pertamanya saja, aku sudah terlarut. Tulisannya enak di baca dan seru sekali. Amy Chua mendidik anaknya dengan cara yang strict seperti cara orang tuanya mendidiknya dulu, yang tidak umum dilakukan oleh para orang tua barat di Amerika  di masa kini. Banyak yang berkomentar "wow..sadis bangeet" padahal menurut penulisnya "they just don't get the humor".

Sebelumnya aku pikir cara terbaik untuk mendidik anak saat ini adalah dengan memberikan anak kebebasan, banyak memberikan pujian, jangan banyak banyak bilang Jangan dan ternyata setelah membaca buku ini.. itu bukan cara yang paling tepat. Orang lain sih banyak yang protes tapi aku percaya sama Amy Chua.

Menurut Amy Chua anak dari SD sampai SMA itu adalah masa masanya di gembleng, dilatih untuk disiplin, di bekali kemampuan. Karena karakter itu paling mudah dibentuk di usia dini. Istilah Amy Chua tough-love parenting, penuh kasih sayang tapi keras. Amy Chua tidak memperbolehkan anaknya nonton TV, main game,menginap di rumah teman, ikut ekskul drama, ga boleh pacaran, nilai ngga boleh kurang dari A kecuali pelajaran olahraga,tidak boleh ikut ekskul drama (mirip di film dead poet society ya ;p).

Katanya kalau harus memilih antara kebahagiaan dan kesuksesan untuk anak anaknya, Amy chua lebih memilih kesuksesan untuk anaknya walaupun prakteknya tidak mudah. Inti dari tiger parenting, tough-love parenting menurut Amy Chua adalah mempercayai bahwa anak kita bisa melakukan lebih dari apa yang ia pikir dan orang lain pikir, membantu mereka menemukan potensi diri mereka. Tidak ada cara lain untuk membangun kepercayaan diri selain berhasil melakukan sesuatu yang kita pikir tidak bisa. Bukan pujian pujian kosong seperti yang dilakukan kebanyakan orang tua barat terhadap anaknya, seperti you're brilliant, you're amazing padahal anaknya tidak melakukan apa apa. You don't have to brilliant or amazing to be succesful, hard work just can fix everything.

Kalau orang Indonesia punya peribahasa 'bersakit sakit dahulu bersenang senang kemudian', Kalau kata Rasul 'gunakanlah masa lapangmu sebelum datang masa sempitmu' kalau istilah canggihnya 'the value of delayed gratification'. Kadang kita terlalu mengkhawatirkan kebahagiaan anak, tapi melupakan bagaimana caranya membangun kekuatan pada anak.

If in their early years we teach our children a strong work ethic, perseverance and the value of delayed gratification, they will be much better positioned to be self-motivated and self-reliant when they become young adults. This is a way to combine East and West: more structure when our children are little (and will still listen to us), followed by increasing self-direction in their teenage years.

Ada suatu kekhawatiran jika membesarkan anak dengan cara strict khawatir anaknya jadi stress dan bahkan mengalami kerusakan jiwa permanen lalu jadi psikopat. Kalo menurut Sophia, anaknya Amy Chua, ibunya memang keras tapi cintanya tetep unconditional alias tanpa syarat meski saat dia mengalami kegagalan. Menurut penelitian anak anak asia yang dibesarkan dengan strict justru merasa sangat berhutang pada ibunya yang sudah mendorongnya untuk mencapai kesuksesan.

Amy chua nulis buku ini pas anaknya yang besar di SMA dan anak keduanya di SMP di tahun 2011. Sekarang anaknya dua duanya kuliah di Harvard. Aku terkesan sama tulisannya Sophia di New York Times mengenai pendapat dia soal ibunya, Amy Chua. Bagian favoritku ;

"There’s one more thing: I think the desire to live a meaningful life is universal. To some people, it’s working toward a goal. To others, it’s enjoying every minute of every day. So what does it really mean to live life to the fullest? Maybe striving to win a Nobel Prize and going skydiving are just two sides of the same coin. To me, it’s not about achievement or self-gratification. It’s about knowing that you’ve pushed yourself, body and mind, to the limits of your own potential. You feel it when you’re sprinting, and when the piano piece you’ve practiced for hours finally comes to life beneath your fingertips. You feel it when you encounter a life-changing idea, and when you do something on your own that you never thought you could. If I died tomorrow, I would die feeling I’ve lived my whole life at 110 percent.
And for that, Tiger Mom, thank you."


Monday, October 6, 2014

Insecurity



Aku merasa seumur hidupku sering dihinggapi perasaan insecure, khawatir tidak menjadi orang yang sukses, pokoknya semacam perasaan perasaan seperti itu. Waktu SD contohnya aku merasa ngeri sekali kalau tidak naik kelas, waktu SMP khawatir tidak bisa masuk ke sekolah SMA favorit dan waktu SMA khawatir tidak bisa kuliah, khawatir tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi, khawatir dengan masa depan yang tidak jelas. Waktu kuliah khawatir DO, khawatir susah mendapatkan pekerjaan yang bagus ketika lulus karena jurusan yang tidak populer dan sekarang pun dalam masih ada kekhawatiran kekhawatiran seperti itu walaupun menurutku masih dalam tahap wajar bukan paranoid.

Lalu kemarin kemarin tak sengaja baca review bukunya Amy Chua yang berjudul The Triple Package yang membeberkan mengapa kelompok kelompok minoritas tertentu berdasarkan etnis, kepercayaan agama dan asal negara seperti Kelompok keturunan Yahudi, Cina, Mormon, imigran Iran dan Libanon, Cuban American, Nigerian American dll di Amerika Serikat  cenderung lebih sukses di banding kelompok lain. Amy Chua melihat ada 3 persamaan karakter yang terdapat dalam kelompok-kelompok ini yaitu superiority complex - perasaan superior seperti yang dimiliki oleh orang Yahudi bahwa mereka percaya bahwa mereka adalah orang orang pilihan, people of law and intellect, dsb. Yang kedua yaitu insecurity - perasaan bahwa yang kita lakukan belum cukup, belum maksimal sehingga timbul perasaan khawatir akan hasil yang di dapat. dan yang terakhir yaitu impulse control - kemampuan untuk menahan diri dari godaan sehingga mampu menunda kesenangan saat ini untuk mendapatkan kesenangan yang lebih panjang di masa depan. Ketiga kombinasi ini -superiority complex, insecurity, impulse control- yang memicu kelompok kelompok ini lebih unggul dari yang lain.

Tetapi menurut Amy Chua  jika setiap aspek yang disebutkan berdiri masing masing  akan  menjadi sesuatu hal yang negatif, misalnya hanya memiliki superiority complex tanpa adanya insecurity bisa jadi membuat seseorang menjadi mudah puas dan tidak ada keinginan untuk membuat yang lebih baik dan tidak menyadari ada bahaya yang menanti. Insecurity dan impulse control yang berlebihan akan menghasilkan manusia yang paranoid tentunya. Jadi hanya dalam kombinasi satu dengan yang lainnya aspek aspek tersebut bisa menjadi pemicu kesuksesan. Hmmm rumit yah.


Mirip keturunan Tionghoa di Indonesia kan, dimana mereka jumlahnya minoritas, pilihan karir tidak banyak, kondisi yang  mengharuskan  mereka berusaha lebih keras di banding yang lain. Hasilnya pengusaha pengusaha sukses di Indonesia kebanyakan keturunan Tionghia. Lalu orang Padang juga memiliki karakteristik tersendiri yang khas dan terkenal yaitu hemat dan pelit  (maaf :p) , mirip impulse control - the ability to resist the temptation- dan banyak bermigrasi ke seluruh penjuru Indonesia sehingga sebagai minoritas didaerahnya tentu punya semacam perasaan insecure dan mereka banyak yang menjadi pedagang sukses. Kalau aku perhatikan juga dosen dosen di ITB banyak banget yang orang Padang.











Wednesday, October 1, 2014

Pengamat Abal - Abal

Edit note : Akhirnya pilihan gue No. 2 Jokowi menang. Tapi sayangnya beberapa saat setelah di lantik, Jokowi tidak menepati janjinya untuk tidak bagi bagi kursi. KPK jadi rombeng.  Kinerja mentri mentrinya payah. Dan gue mulai tidak nge fans sama Jokowi.


Setelah gonjang ganjing pemilu 2014 yang paling panas sepanjang sejarah, sepertinya orang Indonesia kini  mulai melek akan politik. Lalu kini setiap orang tidak sungkan lagi mengungkapkan pendapat atas isu isu yang terjadi terutama di social media, kadang membuat mereka tampak seperti pengamat politik karbitan.. (hehe). Sebagian ada yang risih tapi menurutku ini lebih baik daripada kita mempunyai masyarakat yang apatis. Apalagi pejabat pejabat, anggota DPR dkk di kita banyak yang diragukan integritasnya jadi harus senantiasa di awasi segala gerak geriknya.. haha

Ada wacana kalau demokrasi kita sudah kebablasan salah satu contohnya tawuran antara pendukung calon pemimpun daerah akibat pilkada langsung  tapi disisi lain kemudian bermunculan juga pemimpin pemimpin teladan berkat pilkada langsung. Tapi mungkin inilah perjalanan yang harus dilalui bangsa Indonesia dalam berdemokrasi untuk mencapai gaya demokrasi yang paling ideal bagi bangsa ini. Lagipula  tiap negara punya gaya masing masing dalam berdemokrasi.

Mentang-mentang China atau Singapur maju karena pemerintahnya otoriter lalu Indonesia harus ikut ikutan kayak gitu, ya susah juga. Apalagi rakyat Indonesia yang super bawel dan hobi menghujat pemerintah tiba tiba disuruh jadi pendiem pasti akan menimbulkan pergolakan yang luar biasa. Kecuali balik lagi ke jaman orba, pemerintahnya sadis, warga negara yang bandel dibina atau dibinasakan (sadiiss). Tapi pemerintah China dan Singapur biar otoriter mereka ngga suka korupsi, yang korupsi di hukum mati atau di penjara 100 tahun jadi ga ada yang berani coba coba. Tapi ya gitu kebebasan berpendapat warganya di batasi. Konon di Singapur warganya tidak bisa bebas seenak udel mengkritik pemerintah layaknya warga Indonesia membully Pak SBY setiap saat. Menurut pemerintahnya mereka begitu ya karena Singapur negaranya kecil ibarat naek perahu kecil ada penumpangnya yang nakal loncat loncat di atas perahu bisa bikin perahunya oleng atau kebalik, jadi stabilitas nasional harus senantiasa di jaga.

Alangkah indahnya jika bangsa Indonesia tetap memberikan kebebasan warganya untuk berpendapat, menyelenggarakan pilkada langsung, pemerintahnya amanah, anggota legislatifnya bener, rakyatnya makmur sejahtera (dan tetap bebas untuk menghujat pemerintah kalo ga bener hehe).

Ada juga sih segolongan yang menawarkan khilafah sebagai solusi atas segala permasalahan bangsa. Di jaman modern, sekuler dan majemuk begini rasanya sulit menerapkan khilafah. Aku juga kurang tertarik dengan ide ini. Soalnya aku membayangkan diriku berada di posisi minoritas,  tiba tiba sistem negara berubah jadi semacam khilafahnya Kristen misalnya, pasti akan sedikit menyusahkan karena orang yang memeluk agama tertentu akan diperlakukan secara superior, dan rasanya jadi tidak adil untuk penganut agama lain.








Wednesday, September 17, 2014

Menabung

Konon kebanyakan orang itu sulit untuk menabung. Apalagi saat ini sedang musim berbagai macam investasi yang mengatakan bahwa menabung itu sudah tidak efektif lagi karena tergerus inflasi dan lain sebagainya.

Tetapi menurut saya menabung itu adalah kemampuan dasar untuk berinvestasi. Kalau menabung saja tidak bisa bagaimana mau investasi. Contohnya kalau mau KPR/KPA anda harus membayar uang muka atau DP sebesar 20 - 30 % dari harga jual. Otomatis harus menabung terlebih dahulu kan. Ada juga yang uang mukanya bisa dicicil tapi tetap saja jumlahnya tidak sedikit. Dan kalau harus berutang untuk membayar DP maka hutangnya DP dan cicilan rumahnya sendiri jadi dobel kan. Oleh karena itu menabung itu penting.

Gimana caranya supaya bisa menabung? ya harus pandai mengatur uang dan menahan diri. Kalau menurut para ahli perencana keuangan. Uang yang akan di tabung disisihkan terlebih dahulu diawal ketika menerima gaji. Disimpan di rekening khusus kalau bisa ngga usah ada ATM nya. Sebenernya bukan masalah gajinya berapa tapi SISANYA BERAPA.

Problem bagi para kaum wanita adalah.. belanja.. apalagi shopping online yang makin menjamur seperti sekarang ini. Kalau ingin menabung solusinya tiada lain adalah dengan menahan diri. Biasanya kalau sudah berhasil menahan diri, malah ketika situasinya sudah boleh berbelanja malah sudah ngga kepengen lagi.

Konon katanya, dalam mendidik anak pun kita harus mengajarkan untuk menahan diri,misalnya si anak ingin sesuatu kita sebaiknya meminta untuk menahan keinginannya misalnya kita mengatakan " nanti ya beli mainannya minggu depan' jika si  anak kemauannya selalu langsung dituruti nanti jadi kebiasaan.
 


Tuesday, August 26, 2014

11 Tahun Yang Lalu

Entahlah ya aku tuh ngga bosen2 berkisah pengalaman waktu kuliah hehe.. Jadi 11 tahun yang lalu tepatnya tahun 2003, aku diterima di ITB (yaayy) di program studi meteorologi (toweweww). Soal jurusan sebodo lah yang penting kuliah di ITB huehehe. Masih inget banget pas aku ke warnet buat ngecekin hasil SPMB, deg-deg an sambil keluar keringan dingin, karena takut gagal lagi. Lalu aku masukinlah nomor peserta SPMB dan keluar lah tulisan "SELAMAT Anda di terima di program studi 25XXX (lupa.. :D)"

Pas daftar ulang seingatku sendirian ke Bandung naik travel PP. Pas pulangnya minta di jemput di BIP sama travelnya karena gak punya sodara di Bandung. Nyasar nyasar nyari gedung Annex, karena lokasinya ternyata di luar kampus. Pas daftar ulang rasanya clingak clinguk kagak ada yang kenal. Jadi pas daftar ulang pertama cuma ngambil formulir doang lalu pulang lagi ke Kuningan. Sepanjang jalan rasanya pengen senyum senyum terus maklum lah masih terkena euforia.


Pas ke Bandung lagi di anter sama tetangga karena mau nyari kos kosan dan ga nemu nemu akhirnya aku datengin kosan tempat nginep spmb yang pertama, yang punya orang Kuningan cuma 150 ribu per bulan, mayanlah.

Sesuai tradisi setiap penerimaan mahasiswa baru ada acara ospek, di ITB ini  namanya OSKM ( dan aku lupa kepanjangannya apa). Untungnya ospek di ITB ini ga ada yang aneh aneh, ga disuruh bawa yang aneh aneh. Cuman harus pake seragam SMA (untung masih nyimpen) dan roknya dilapis pake celana panjang  olah raga. Sampai diliatin heran sama orang orang di kost an akibat kostum yang ga nyambung. Ternyata emang ada acara lari lari, duduk duduk jadi kalo cuma pake rok aja pasti repot.

Kesanku ketemu sesama mahasiswa baru lainnya adalah.. wah pinter pinter banget ya, pokoknya dari ngomongnya dari segala gerak geriknya emang keliatan banget pinter pinter sampe ngerasa minder. Banyak yang cantik cantik dan cakep cakep pula.

Jadi pas OSKM kita semuanya di bagi  kelompok entah ada berapa puluh atau ratus kelompok dan masing masing kelompok ada taplok sama mentornya. Ohya dan harus ada jarkom. Mana waktu itu aku belum punya handphone, dikosan ga ada telpon (huhu). Jadi jarkomnya selalu mentok di aku. Pas OSKM Kita di kasih tentang wawasan kebangsaan gitulah. Mentor kelompokku anak elektro angkatan 99, pinter banget orangnya tapi aku lupa namanya siapa (huwaa udah pikun). Masih muda aja udah pinter pinter kayak gitu yah, wawasannya kayak udah dalem banget gitu.

Yang paling menyebalkan adalah pas mobilisasi dari satu tempat ke tempat lain, kadang harus pake lari lari segala, udah mah banyak orang harus lari dan ngga boleh kepisah sama kelompoknya, chaos tapi serulah. OSKM ini tiap hari seleseinya sampai malam kalo ga salah sampe jam 11 malem gitu, untuk masih banyak angkot dan ada temen sekelompok yang kosannya deket.

Yang berkesan pas di ajarin lagu mentari sama Abah Iwan (Bimbo) terharu lah sama lagu ini. Sama pas acara closing ceremony. Kayaknya disini panitianya yang dari berbagai jurusan bersatu padu in harmonia progressio ,canggih sekaligus artistik, pokoknya aku naksir semua kakak kakak kelasku yang ganteng2 dan pinter2 wakakak.

Pokoknya dari hari pertama menginjakan kaki di kampus ini sampai hari hari selanjutnya banyak hal yang membuatku terkesan.

sama mini






Bikin kitchen set


Apartemen kalo ga ada kitchen set kayaknya kurang afdol, so.. setelah serah terima kunci mulailah browsing browsing soal bikin kitchen set. Sebenernya bisa sih di borongin ke yang jual jasa interior apartemen (apa yah namanya) buat ngisi ngisi furnitur apartemen tapi budgetnya gak ada dan rata rata hasil desain interior mereka ga cocok sama yang aku pengen.

Lalu aku browsing2 dan ngubek ngubek forum ibu ibu di internet soal kitchen set. Kitchen set itu diitungnya per meter, itu belum termasuk top table dan top tablenya diitung per meter lagi. Belum lagi spek spek yang lain yang aku ngga hapal. Kayaknya mahal banget kalo yang diceritain  ibu2 di forum itu ada yang sampe berpuluh puluh jeti, mungkin itu ibu ibu sosialita he2

Dan karena lokasi apartemennya di bandung jadi nyari tukang kitchen set ya  yang lokasi nya di bandung dan itu agak agak susah nyari infonya di internet. Dan untungnya temennya mamah punya sodara yang suka bikin kitchen set, freelancer gitu. Karena mamah ngeliat hasil pekerjaan si bapak dirumah temennya itu rapih, jadilah fix minta tolong bikin kitchen set sama si bapaknya itu. Lalu si bapaknya ngukur2 di apt dan nego harga jadilah 4 juta semua muanya.

Ini karena langsung ke tukangnya jadinya dapet harga yang lebih murah di banding lewat pake jasa interior. Karena udah agak lama jadi aku udah lupa spek speknya, pokoknya lapisannya pake HPL glossy, itu aja yg ku inget. Kalo kata2 ibu di forum kita harus cerewet sama tukang KSnya . Kalo ngga ntar kita diboongin,dibeliin speknya yang ngga bagus. Karena lokasiku di bangka dan ngga bisa ngontrol langsung, sudah aku pasrahkan dan percayakan sama si tukang KSnya. Karena budgetnya mepet aku ngga pake top table. Ini hasilnya.








Oya inspirasinya dari foto ini